Keretaku akhirnya tiba di stasiun wien meidling, aku
bergegas keluar dari gerbong dan naik lift menuju peron lain untuk ganti
kereta. Didepanku seorang ibu yang juga berjalan kaki tampaknya menuju peron
yang sama, namun terlihat sangat letih membawa dua koper besar dan satu tas
kecil. Ia mungkin seusia ibuku, bahkan lebih tua namun wanita ini kuat dan
jalannya cepat sekali untuk ukuran
usianya.
“may I help you, mam??” aku segera menghampirinya dan menawarkan
untuk membawa satu dari kopernya
Ia menjawab dalam bahasa jerman yang aku tidak mengerti
namun aku tau ia bersedia, dengan sigap aku langsung mengambil alih kopernya
yang ternyata lumayan berat.
“where do you want to go?” tanyaku sambil jalan
Wanita tua itu lagi-lagi menjawab dalam bahasa jerman namun
aku langsung yakin ia searah denganku ketika ia menyebut venezia santa lucia.
“me too… we are in the same route, venezia venezia” jawabku,
berulang-ulang, berharap ia mengerti bahwa kami searah, dan setidaknya aku
punya teman yang mungkin ia sudah sering melewati rute ini.
Kami naik kereta tepat pukul 8.26 menuju Villach-Haubahnof
dan nantinya ganti kereta ke venezia santa lucia. Aku mencari tempat duduk
window seat dan wanita tua itu pun mengambil tempat disebelahku. Setelah
menaruh koper serta coatku dikabin diatas bangku, aku langsung duduk dan
berusaha menyamankan diriku karena perjalanan ini akan menghabiskan 8 jam
waktuku. Aku tidak ingin tertidur dan melewatkan pemandangan indah khas eropa
ya ng nantinya kulalui sepanjang perjalanan, dan aku yakin memang tidak akan
bisa tidur… setiap memikirkan akan bertemu Piotr. Setelah 10 tahun…
Kereta mulai jalan, dan wanita sebelahku terlihat sudah
mulai mengantuk. Diluar berkabut dan tampaknya sangat dingin. Didepanku dua
orang wanita muda yang sedang back-packer travelling, aku tau dari backpack
besar yang mereka bawa dan mereka terlihat asik membaca buku, entah novel atau
apa. kursi kami berhadapan dan berada di satu ruang tertutup seperti private
cabin. Didalamnya cukup untuk 4 orang. aku sendiri sibuk memandang kearah
gunung-gunung bersalju dan deretan rumah-rumah tua bergaya medieval dan
mediteranian didesa-desa Austria yang dilewati keretaku. Sesekali terlihat
cathedral dan chapel dengan arsitektur neoclassical dan baroque.
Saat kereta melewati Graz mataku langsung
mencari-cari castle Sissy, sebuah istana kerajaan Austria diabad 18 yang dulu dimiliki oleh
Ratu Elisabeth Austria. Sissy adalah nama panggilan sang ratu yang sempat tinggal di hungaria. Istananya terlihat indah karena terletak diatas bukit yang cukup tinggi. Itu
semua kutau dari Piotr. Ia kerap menceritakan sejarah castle dan
bangunan-bangunan tua di Vienna, terutama castle yang sebentar lagi akan
kulihat ini. Aku sendiri tidak pernah melihatnya,namun semua cerita piotr
begitu membekas dalam ingatanku walaupun hanya lewat surat pos.
Tak akan pernah hilang dari ingatanku pertemuan pertamaku
dengan piotr, 10 tahun lalu di Vienna. Saat itu winter, begitu suram dan pekat,
dengan jejeran pohon tanpa daun yang terlihat kering dan kedinginan serta lahan
pertanian yang coklat karena rumputnya mati. Piotr lah yang membawaku keliling
Vienna, menikmati dingin 2 derajat celcius berdua berjalan kaki sepanjang
graben square, sambil sesekali masuk café untuk menghangatkan diri dengan
secangkir capucino dan apple strudel hangat.
Walaupun pertemuan kami cukup singkat karena program cultural exchange
yang kuikuti hanya satu bulan,namun aku merasa telah mengenal dia cukup lama.
Aku ingat duduk di sebuah bangku di taman yang sangat luas bernama praten park,
dengan piotr disampingku dan kami tertawa-tawa menceritakan perjalanan kami
pada hari itu yang tersesat berkali-kali salah naik metro. Tiba-tiba angin
cukup kencang dan aku langsung menggigil kedinginan, tanpa sungkan piotr
mendekapku dan menutupi tubuhku dengan coat miliknya. Aku mengelak namun rasa
dingin yang begitu menusuk membuatku tak mampu menolak kehangatan dekapannya.
Aku bergetar dan merasa sangat malu. Piotr terlihat tersenyum dan membisikan
sesuatu ditelingaku.
“promets-moi que tu
vas venir ici encore de me voir”
Aku tidak menjawab, namun memberi anggukan dan senyum
termanisku.
Sebuah suara dari horn kereta menyentakku dari lamunan, aku
bergegas membereskan koper dan tas ranselku karena sebentar lagi akan tiba
diVillach hofbahnof, setelah lebih dari 8 jam perjalanan dari stasiun
Wien-Meidling di Vienna. Wanita tua sebelahku juga terbangun dan sibuk menurunkan
koper besarnya. Aku membantunya.
Piotr mungkin tidak
pernah tau apa yang terjadi padaku setelah bertahun-tahun kami tak pernah
sekalipun bertemu. Setelah pertemuan terakhir, 10 tahun yang lalu aku mengalami
banyak hal.
(short story yang kubuat dikereta vienna-venice, 7 April 2012)
Komentar